Berkata Ibnul Qoyyim rohimahulloh:
وإذا تأمَّلتَ الحكمة الباهرة في هذا الدَّين القيِّم ، والملَّة الحنيفية، والشريعة المحمَّدية، التي لا تنالُ العبارةُ كمالَها، ولا يُدْرِكُ الوصفُ حُسْنَها، ولا تقترحُ عقولُ العقلاء - ولو اجتمعت وكانت على عقل أكمل رجلٍ منهم- فوقها، وحسبُ العقول الكاملة الفاضلة أن أدركَت حُسْنَها، وشَهِدت بفضلها، وأنه ما طَرَق العالمَ شريعةٌ أكملُ ولا أجلُّ ولا أعظمُ منها.
فهي نفسُها الشاهدُ والمشهودُ له، والحجَّةُ والمحتجُّ له، والدَّعوى والبرهان، ولو لم يأت المرسَلُ ببرهانٍ عليها لكفى بها برهانًا وآيةً وشاهدًا على أنها من عند الله، وكلُّها شاهدةٌ له بكمال العلم، وكمال الحكمة، وسَعة الرحمة والبرِّ والإحسان، والإحاطة بالغيب والشَّهادة، والعلم بالمبادئ والعواقب، وأنها مِنْ أعظم نِعَمه التي أنعَم بها على عباده.
فما أنعَم عليهم بنعمةٍ أجلَّ من أن هداهم لها؛ وجعلهم من أهلها، وممَّن ارتضاها لهم وارتضاهم لها، فلهذا امتنَّ على عباده بأن هداهم لها؛ قال تعالى: {لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ} [آل عمران: 164].
وقال معرِّفًا لعباده ومذكِّرًا لهم عظيمَ نعمته عليهم بها، مُسْتَدعيًا منهم شُكرَهم على أن جَعَلهم من أهلها: {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا} [المائدة: 3].
وتأمَّل كيف وَصَف الدِّين الذي اختاره لهم بالكمال، والنِّعمةَ التي أسبَغها عليهم بالتَّمام، إيذانًا في الدِّين بأنه لا نقصَ فيه ولا عيبَ ولا خلل ولا شيءَ خارجًا عن الحكمة بوجهٍ، بل هو الكاملُ في حُسْنه وجلالته، ووَصَف النِّعمة بالتَّمام إيذانًا بدوامها واتصالها، وأنه لا يَسْلُبهم إياها بعد إذ أعطاهموها، بل يُتِمُّها لهم بالدَّوام في هذه الدَّار وفي دار القرار .
وتأمَّل حُسْنَ اقتران التَّمام بالنِّعمة، وحُسْنَ اقتران الكمال بالدِّين، وإضافةَ الدِّين إليهم إذ هم القائمون به المقيمون له، وإضافةَ النِّعمة إليه إذ هو وليُّها ومُسْدِيها والمنعمُ بها عليهم، فهي نعمتُه حقًّا وهم قابِلُوها.
وأتى في الإكمال باللام المُؤْذنة بالاختصاص وأنه شيءٌ خُصُّوا به دون الأمم، وفي إتمام النِّعمة بـ (على) المُؤْذنة بالاستعلاء والاشتمال والإحاطة؛ فجاء {وَأَتْمَمْتُ} في مقابلة {أَكْمَلْتُ}، و {عَلَيْكُمْ} في مقابلة {لَكُمُ}، و {نِعْمَتِي} في مقابلة {دِينَكُمْ}، وأكَّد ذلك وزاده تقريرًا وكمالًا وإتمامًا للنِّعمة بقوله: {وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا}.
وكان بعض السَّلف يقول: "يا له مِنْ دينٍ، لو أنَّ له رجالًا".
[ابن القيم ,مفتاح دار السعادة لابن القيم ط عالم الفوائد ,855-2/853]
Dan jika engkau merenungkan hikmah yang menakjubkan dalam agama yang lurus ini, agama yang hanif, dan Syariat yang terpuji, yang ungkapan tidak mampu mencapai kesempurnaannya, deskripsi tidak dapat menangkap keindahannya, dan akal para pemikir – meskipun berkumpul dan memiliki akal orang yang paling sempurna di antara mereka – tidak mampu mengusulkan sesuatu yang lebih baik darinya. Cukuplah bagi akal yang sempurna dan mulia untuk mengenali keindahannya, menyaksikan keunggulannya, dan bahwa tidak pernah ada syariat yang datang ke dunia ini yang lebih sempurna, lebih agung, atau lebih mulia darinya.
Ia adalah bukti itu sendiri, dan yang memberikan kesaksian untuknya, dalil dan yang dipertahankan olehnya, seruan dan buktinya. Seandainya tidak ada burhan (mu'jizat) yang dibawa oleh rosul untuk membuktikannya, cukup ia (agama itu) sendiri sebagai bukti, tanda, dan saksi bahwa ia berasal dari Alloh. Semua itu menunjukkan kesempurnaan ilmu-Nya, kesempurnaan hikmah-Nya, keluasan rahmat, kebaikan, dan kebajikan-Nya, pengetahuan-Nya tentang yang ghoib dan yang nyata, serta pengetahuan-Nya tentang permulaan dan akibat. Ia adalah salah satu nikmat terbesar yang Alloh berikan kepada hamba-hamba-Nya.
Tidak ada nikmat yang lebih besar yang Alloh anugerahkan kepada mereka selain membimbing mereka kepada syariat ini, menjadikan mereka sebagai pengikutnya, dan menjadikan mereka termasuk orang-orang yang diridhoi Alloh. Karena itulah Alloh berfirman bahwa Dia telah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan membimbing mereka kepada syariat ini.
Alloh Ta'ala berkata: *"Sungguh Alloh telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Dia mengutus di antara mereka seorang rosul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah, padahal sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata."* (Ali Imron: 164).
Alloh juga menyebutkan kepada hamba-hamba-Nya, mengingatkan mereka akan nikmat-Nya yang besar ini, serta mendorong mereka untuk bersyukur atas nikmat ini: *"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atasmu, dan Aku ridho Islam sebagai agamamu."* (Al-Maidah: 3).
Perhatikan bagaimana Alloh menggambarkan agama yang Dia pilih untuk mereka dengan kesempurnaan, dan nikmat yang Dia anugerahkan kepada mereka dengan kepenuhan, yang menandakan bahwa dalam agama ini tidak ada kekurangan, cacat, atau kekeliruan, serta tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan hikmah. Ia adalah sempurna dalam keindahan dan kemuliaannya. Alloh menggambarkan nikmat ini dengan kepenuhan, yang menandakan bahwa nikmat ini akan terus berlanjut dan tidak akan dicabut dari mereka setelah diberikan. Bahkan, disempurnakan untuk mereka selamanya baik di dunia ini maupun di akhirat.
Perhatikan juga keindahan dari pengaitan kepenuhan dengan nikmat, dan keindahan dari pengaitan kesempurnaan dengan agama, serta bagaimana agama tersebut disandarkan kepada mereka karena mereka yang menjalankan dan menegakkannya. Nikmat itu disandarkan kepada Alloh karena Dia-lah Pemilik dan Pemberi nikmat itu kepada mereka. Ini benar-benar nikmat dari-Nya, dan mereka adalah penerimanya.
Lalu Alloh mendatangkan penyempurnaan dengan menggunakan "laam mu'dzanah" dengan kekhususan yang menunjukkan bahwa ini adalah sesuatu yang dikhususkan untuk mereka, bukan untuk umat yang lain. Dan dalam menyempurnakan kenikmatan pada kata "telah Aku cukupkan nikmat-Ku atasmu", Alloh menggunakan kata "atas" yang menunjukkan keagungan, kesempurnaan dan kelingkupan (secara menyeluruh) nikmat tersebut. Maka, Alloh menggunakan kata "Aku sempurnakan" sebagai gandengan dari "Aku cukupkan", dan "atasmu" sebagai gandengan dari "untukmu", serta "nikmat-Ku" sebagai gandenga dari "agamamu". Alloh juga menegaskan dan menambah kesempurnaan nikmat tersebut dengan firman-Nya: *"Dan Aku ridhoi Islam sebagai agamamu."*
Beberapa salaf berkata: "Betapa indahnya agama ini, seandainya ia memiliki para lelaki (sejati)."
📚 (Ibnul Qayyim, *Miftah Dar As-Sa'adah* 2/853-855)
Telegram: ilmui
WA: ILMUI
#share_gratis, #tanpa_logo, #tanpa_minta_donasi, #tanpa_yayasan
Twitter X: ilmuisl
#free_share, #without_logo, #without_asking_donation, #without_foundation
0 Comments