📚ALLOH GEMBIRA📚
Berkata Imam Muslim rohimahulloh ta'ala:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ، وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ، حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ وَهُوَ عَمُّهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
"لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَأَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا، قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا، قَائِمَةً عِنْدَهُ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ: اللهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ، أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ."
Menceritakan kepada kami Muhammad bin As-Shobbaah dan Zuhair bin Harb. Mereka berdua berkata: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Ikrimah bin 'Ammar, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Abdullah bin Abi Tholhah, telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik, dan dia adalah pamannya, ia berkata: berkata Rosululloh صلى الله عليه وسلم:
"Sungguh Alloh lebih gembira atas taubat seorang hamba-Nya ketika ia bertaubat kepada-Nya daripada seorang dari kalian yang diatas unta di tengah tanah yang tandus, lalu dia kehilangan unta itu dan di atas unta itu terdapat bekal makanan dan minumannya, lalu ia merasa putus asa akan unta tersebut. Lalu ia pergi ke bawah suatu pohon dan berbaring di bawah naungan pohon tersebut, sambil merasa putus asa atas unta tersebut. Tiba-tiba, saat ia dalam keadaan seperti itu, unta tersebut berdiri di dekatnya. Lalu ia mengambil kendali untanya, dan dalam keadaan sangat bahagia, ia berkata, 'Ya Alloh, "Engkau adalah hamba-ku dan aku adalah Tuhan-Mu" dia salah ucap karena sangat bahagia."
📖 (Shohih Muslim, 7-(2747))
Berkata Syaikh Ibnu 'Utsaimin rohimahulloh ta'ala:
في هذا الحديث من الفوائد: دليل على فرح الله - عز وجل- بالتوبة من عبده إذا تاب إليه، وأنه يحب ذلك- سبحانه وتعالي- محبة عظيمة، ولكن لا لأجل حاجته إلي أعمالنا وتوبتنا؛ فالله غني عنا، ولكن لمحبته سبحانه للكرم؛ فإنه يحب - سبحانه وتعالي- يفرح، ويغضب، ويكره ويحب، لكن هذه الصفات ليست كصفاتنا؛ لأن الله يقول:) ِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ) (الشورى: من الآية11) بل هو فرح يليق بعظمته وجلاله ولا يشبه فرح المخلوقين.
وفيه: دليل على أن الإنسان إذا أخطأ في قول من الأقوال ولو كان كفرا سبق لسانه إليه؛ فإنه لا يؤاخذ فهذا الرجل قال كلمة كفر؛ لأن قول سبق اللسان لربه: أنت عبدي وأنا ربك هذا كفر لا شك، لكن لما صدر عن خطأ من شدة الفرح _ أخطأ ولم يعرف أن يتكلم-صار غير مؤاخذ به، فإذا أخطأ الإنسان في كلمة؛ كلمة كفر؛ فإنه لا يؤاخذ بها، وكذلك غيرها من الكلمات؛ لو سب أحدا على وجه الخطأ بدون قصد، أو طلق زوجته على وجه الخطأ بدون قصد، أو أعتق عبده على وجه الخطأ بدون قصد، فكل هذا لا يترتب عليه شيء؛ لأن الإنسان لم يقصده، فهو كاللغو في اليمين، وقد قال الله تعالي:) لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ) (البقرة: من الآية225) بخلاف المستهزئ فإن المستهزئ يكفر إذا قال كلمة الكفر، ولو كان مستهزئا؛ لقول الله سبحانه) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ) (لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ) (التوبة: من الآية65/66) ، فالمستهزئ قصد الكلام، وقصد
معناه؛ لكن على سبيل السخرية والهزء؛ فلذلك كان كافراً، بخلاف الإنسان الذي لم يقصده؛ فإنه لا يعتبر قوله شيئاً. وهذا من رحمة الله - عز وجل- والله الموفق."
Dalam hadits ini terdapat beberapa faedah: Dalil yang menunjukkan kegembiraan Alloh -azza wa jall- terhadap taubat hamba-Nya ketika dia bertaubat kepada-Nya, dan bahwa Alloh mencintai hal tersebut dengan cinta yang sangat besar. Namun, hal itu bukan karena Alloh membutuhkan amal atau taubat kita, karena Alloh Maha Kaya dari kita.
Tetapi itu karena kecintaannya -yang maha suci- kepada kemuliaan, sesungguhnya Dia subhanahu wa ta'ala bersifat mencintai, gembira, marah, benci, dan mencintai, namun sifat-sifat ini tidak sama seperti sifat kita, karena Alloh berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syuro: 11). Bahkan itu adalah kegembiraan yang sesuai dengan kemuliaanNya dan keagunganNya dan tidak menyerupai kegembiraannya para makhluq.
Dan dalam hadits ini juga terdapat dalil bahwa jika seseorang melakukan kesalahan dalam suatu ucapan, walau jika itu termasuk ucapan kufur yang lidahnya tersalah (tidak sengaja) mengucapkanya, maka ucapan tersebut tidak teranggap, Seorang lelaki dalam hadis ini mengucapkan perkataan kufur, karena perkataan yang terucapkan oleh lisannya kepada robbnya: "engkau adalah hambaku, dan aku adalah robbmu", ini adalah sebuah kekufuran tidak ada keraguan, namun ketika hal itu timbul dari ketersalahan disebabkan kebahagiaan yang luar biasa sehingga ia tersalah dan tidak menyadari apa yang diucapkannya, maka jadilah hal itu tidak teranggap, maka jika seseorang tersalah (tanpa sengaja) mengucapkan kata tertentu maka itu tidak teranggap dengannya, demikian juga selainnya dari kata-kata, seperti jika mengumpat seseorang disebabkan karena tersalah tanpa dia sengaja, atau dia menceraikan istrinya karena tersalah tidak sengaja, atau memerdekakan budaknya secara tidak sengaja, semua ini tidak menimbulkan konsekuensi sedikitpun, karena dia tidak bermaksud (sengaja) demikian. Maka itu seperti tersalah dalam sumpah, Alloh berkata: "Alloh tidak akan meminta pertanggungjawabanmu terhadap sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja, tetapi Dia akan meminta pertanggungjawabanmu terhadap apa yang disengaja oleh hatimu." (QS. Al-Baqoroh: 225). Namun berbeda dalam hal orang yang mengolok-olok, orang yang mengolok-ngolok dikafirkan jika dia mengatakan suatu kata kufur, walaupun itu hanya untuk lucu-lucuan, karena perkataan Alloh subhanahu: "dan jika engkau bertanya kepada mereka, mereka akan berkata sesungguhnya kami hanya bergurau dan bermain, katakanlah apakah dengan Alloh dan ayat-ayatnya dan RosulNya kalian mengolok-olok?, jangan kalian meminta udzur, sungguh kalian telah kafir setelah kalian beriman", (Qs. Attaubah: 65-66), maka orang yang mengolok-ngolok itu memaksudkan perkataannya dan juga maknanya, melalui penghinaan dan olok-olok, maka karena itu dia kafir, berbeda seseorang yang tidak memaksudkannya, karena perkataannya tidak dinilai sedikitpun, ini merupakan rahmat dari Alloh -azza wa jall-, wallohul muwaffiq.
📖 [Ibnu Utsaimin, Syarh Riyadhus Shalihin, 103-1/102]
Telegram:
0 Comments