Advertisement

JAUHI HIZBIYAH (TAKLID/FANATIK GOLONGAN)

بسم الله الرحمٰن الرحيم 

🔐 JAUHI HIZBIYAH (TAKLID/FANATIK GOLONGAN) 🔐

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin (w: 1421) rohimahulloh:

فيجب على طالب العلم أن يتخلى عن الطائفية والحزبية بحيث يعقد الولاء والبراء على طائفة معينة، أو على حزب معين، فهذا لاشك خلاف منهج السلف، فالسلف الصالح ليسوا أحزابًا، بل هم
حزب واحد، ينضوون تحت قول الله عز وجل: (هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ)  .
فلا حزبية، ولا تعدد، ولا موالاة، ولا معاداة إلا على حسب ما جاء في الكتاب والسنة، فمن الناس مثلاً من يتحزب إلى طائفة معينة، ثم يقرر منهجًا ويستدل عليه بالأدلة التي قد تكون دليلاً عليه، ويحامي دونها، ويضلل من سواه، حتى وإن كانوا أقرب إلى الحق منها، ويأخذ مبدأ: من ليس معي. فهو علي، وهذا مبدأ خبيث؛ لأن هناك وسطًا بين
أن يكون لك أو عليك، وإذا كان عليك بالحق، فليكن عليك وهو في الحقيقة معك؛ لأن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: "انصر أخاك ظالمًا أو مظلومًا".

ونصر الظالم أن تمنعه من الظلم، فلا حزبية في الإسلام، ولهذا لما ظهرت الأحزاب في المسلمين، وتنوعت الطرق، وتفرقت الأمة، وصار بعضهم يضلل بعضًا، ويكل لحم أخيه ميتًا، لحقهم الفشل كما قال الله تعالى: (وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ) .

لذلك نجد بعض طلاب العلم يكون عند شيخ من المشايخ، ينتصر لهذا الشيخ بالحق والباطل ويعادي من سواه، ويضلله ويبدعه، ويرى أن شيخه هو العالم المصلح، ومن سواه إما جاهل أو مفسد، وهذا غلط كبير، بل يجب أخذ قول من وافق قوله الكتاب والسنة، وقول أصحاب رسول الله - صلى الله عليه وسلم -.

Maka wajib bagi penuntut ilmu untuk melepaskan diri dari fanatisme kelompok dan golongan, dengan cara tidak membangun loyalitas dan permusuhan atas dasar kelompok tertentu atau golongan tertentu. Maka hal ini tanpa diragukan lagi adalah bertentangan dengan manhaj (jalan hidup) salaf. Salafus shalih bukanlah golongan-golongan, tetapi mereka adalah satu golongan, yang tunduk di bawah firman Allah Azza wa Jalla: “Dia (Allah) yang menamai kalian ‘kaum Muslimin’” (QS. Al-Hajj: 78).

Maka tidak ada fanatik golongan, tidak ada perpecahan, tidak ada loyalitas dan permusuhan kecuali berdasarkan apa yang datang dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagian orang, misalnya, fanatik terhadap satu kelompok tertentu, lalu menetapkan manhaj tertentu dan membelanya dengan dalil-dalil –yang mungkin saja memang mendukungnya– dan dia membelanya mati-matian, lalu menyesatkan orang lain yang berbeda dengannya, walaupun sebenarnya mereka lebih dekat kepada kebenaran daripada kelompoknya. Ia memakai prinsip: “Siapa yang tidak bersamaku, maka dia adalah lawanku.” Dan ini adalah prinsip yang keji, karena di antara "bersamamu" dan "melawanmu" itu ada posisi tengah. Dan jika seseorang menentangmu dengan kebenaran, maka hendaklah kamu menerimanya, karena dia pada hakikatnya bersamamu.

Karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda:
“Tolonglah saudaramu yang zalim atau yang dizalimi.”
Menolong orang yang zalim adalah dengan mencegahnya dari kezalimannya. Maka tidak ada fanatisme dalam Islam.

Oleh karena itu, ketika muncul golongan-golongan di kalangan kaum Muslimin, dan jalan-jalan menjadi beragam, umat pun menjadi terpecah-belah. Sebagian mereka menyesatkan sebagian yang lain, bahkan memakan daging saudaranya yang telah mati. Maka mereka pun tertimpa kegagalan, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
"Dan janganlah kalian berselisih, yang menyebabkan kalian gagal dan hilang kekuatan kalian." (QS. Al-Anfal: 46)

Oleh karena itu, kita dapati sebagian penuntut ilmu berada di sisi salah satu syaikh dari para masyayikh, lalu ia membela syaikhnya itu dalam hal benar maupun salah. Ia memusuhi yang lain, menyesatkannya, membid’ahkannya, dan melihat bahwa syaikhnya adalah satu-satunya ulama yang shalih dan pembaharu, sedangkan yang lainnya dianggap bodoh atau perusak. Ini adalah kesalahan besar.

Bahkan yang wajib adalah mengambil perkataan siapa pun yang (jika) sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, dan perkataan (pemahaman) para Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

📚 [Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, jilid 26 hal. 239-240]


#share_gratis, #tanpa_logo, #tanpa_minta_donasi, #tanpa_yayasan
#HIZBIYAH #TAKLID #FANATIK #GOLONGAN

Post a Comment

0 Comments